Ora Keno Nduweni
“ Untuk penutup kepala atau sike diibaratkan seperti batu nisan, agar manusia sadar akan kematian dan orang mati gak punya apa – apa, kita harus belajar untuk menghilangkan rasa memiliki istilah Jawa – nya Ora Keno Nduweni. ”
***
Malam itu kaki saya berjalan pelan memasuki sebuah gang kecil di sudut kota Pekalongan. Siangnya Pak Eddy, salah satu pegawai Disbudpar Jawa Tengah berkata,” Nanti malam kita lihat tari- tarian ya.” Di otak saya pun segera muncul beberapa wanita dengan pakaian khas penari Jawa menarikan tari tradisional diiringi dengan grup karawitan. Mereka menari dalam suatu tempat pementasan dengan lampu sorot yang menyoroti penari – penari tersebut, namun sepertinya bayangan saya kurang tepat . .
Gang yang kami masuki tak terlihat hingar bingar sebuah pementasan akan diselenggarakan. Di samping kanan dan kiri saya adalah deretan rumah dengan pagar yang telah terkunci rapat. Lampu yang menyala redup dengan angin semilir turut menemani tiap jengkal kaki yang saya langkahkan.
Papan keterangan sanggar multikultur |