Di Tepi Kota Pemalang . .


Saya hampir saja kesasar ke sebuah tempat bernama “Pemalang” saat petugas bus yang saya naiki menanyakan tujuan terminal saya turun. Beruntung saya bertanya perihal fasilitas mobil yang akan mengantar sampai tujuan yang dimiliki oleh P.O Bus.

“Pak, tapi nanti saya diantar ke Jalan Pemuda kan?”

Dengan wajah sedikit bingung Petugas menjawab pertanyaan lugu saya.

“Wah belum tau ya mbak nanti tergantung kantor P.O ada tujuan ke sana atau tidak.”

DEG! Duh mati, masak saya harus luntang-lantung di jalanan Semarang tengah malam. Karena ini adalah perjalanan pertama saya menuju Jawa Tengah dengan berangkat solo, saya terus bertanya meyakinkan petugas akan mengantarkan saya sampai ke tujuan seperti apa yang telah pihak P.O tawarkan. Sampai akhirnya . .

“Mbak, sebenernya mau ke Semarang atau Pemalang?”

Saya pun semakin cemas dan bingung, awalnya saya mengira Pemalang adalah nama terminal di Semarang sampai saya sadar setelah penjelasan singkat dari petugas.

“Oh Mbak mau ke Semarang? Ya pasti diantar sampai ke tujuan kalau gitu. Tadi mbak saya tanya mau ke Pemalang kok jawabnya iya, Pemalang itu jauh dari Semarang mbak.”

Saya pun tersipu malu, tidak mencari informasi lengkap tujuan perjalanan saya kali ini. Akhirnya petugas kembali sibuk dengan tumpukkan kertas catatan tiket dan saya pun menyibukkan diri mengeringkan satu-satunya alas kaki yang saya pakai.

Kehujanan -_-


***

Matahari siang itu tepat menyengat di atas ubun-ubun. Setelah menghadiri proses "selamat datang" dari Disbudpar Pemalang dan berkeliling di Widuri Water Park, rombongan kami diajak berjalan menuju sebuah tangga di bagian belakang area Water Park. Awalnya saya tidak mengetahui tangga – tangga yang saya naiki menuju kemana namun ketika sampai di tangga paling atas, angin sepoi-sepoi dan bau asin air laut langsung tercium menusuk hidung. Ternyata tangga ini menuju dermaga kecil yang ada di Pantai Widuri.

Water Park Pantai Widuri
Sesampainya di Dermaga . .


Langsung saja saya pun langsung mengambil kamera saku di tangan kanan dan segera melangkahkan kaki menuju ujung dermaga.

Angin yang bertiup cukup kencang membuat saya beberapa kali harus membetulkan jilbab yang tertiup angin. Beberapa orang dengan “senajata” pancingnya berpapasan dengan saya.Ada yang berjalan menuju ujung dermaga ada juga yang berjalan menjauh menuju water park, entah mereka pulang atau mendinginkan diri dengan minum air es kelapa di warung-warung dekat pantai.



Lalu lalang pemancing

Langkah saya terhenti ketika sampai di dermaga dengan konstruksi kayu yang terlihat begitu menantang untuk dilewati. Teman saya, Mas Ragil, menunjuk teman saya yang lain yang telah melewati dermaga Shiratal Mustaqim,begitu ungkapnya.

“ Lihat itu Ismi, dia udah nyebrang Shiratal Mustaqim.”

“Gak pengen nyoba nyebarang mas?”

“Ogaaah..hahaha ” sambil tertawa setengah terpingkal Mas Ragil menolak tawaran saya tersebut.

Saya pun sebenarnya agak bergidik ngeri dengan dermaga yang miring beberapa derajat ke arah kiri. Tapi kepalang tanggung, sudah jauh – jauh ke Pemalang saya pun akhirnya mencoba menyeberang dermaga tersebut.



Perlahan saya melangkahkan kaki dengan berpegangan tangan ke kayu yang menjadi pegangan dermaga. Ketakutan saya waktu itu hanya dermaga yang "menantang" tersebut tiba- tiba terkena gelombak besar dan meruntuhkan konstruksi kayu. Kaki saya pun terhenti ketika dermaga kayu berubah menajdi dermaga bambu. Beberapa langkah saja nyali saya sudah ciut. Dan akhirnya saya pun mengurungkan niat untuk melanjutkan.

Setelah itu saya menunggu di perbatasan dermaga kayu dengan dermaga bambu. Dari jauh terlihat Mbak Ismi sedang menyeberangi dermaga bambu. Saya dan Mas Ragil pun bersorak merayakan keberhasilan Mbak Ismi seperti dua orang Cheerios di serial Glee.

Mbak Ismi sedang menyeberang dermaga bambu


Kegembiraan saya bertambah selain melihat salah satu teman berhasil menyeberangi dermaga bambu, tiba-tiba salah satu teman saya yang lain melihat seekor ubur- ubur sedang berenang. Sontak saya pun langsung mendekat ke teman saya dan melongokkan wajah ke air laut yang berwarna gelap mencari ubur- ubur.

“Lucuuu banget!!” kata pertama yag keluar dari mulut saya ketika pertama kalinya melihat secara langsung ubur- ubur berenang di laut.

Saya berpindah dari sisi kanan dermaga ke kiri hanya untuk melihat ubur – ubur berenang.
Ada sesuatu yang aneh, ketika si ubur – ubur berenang mereka diikuti oleh segerombol ikan kecil, entah apa maksud ikan – ikan kecil tersebut mengikuti ubur-ubur.



Beberapa menit kemudian nampak ubur-ubur lain berenang dengan gerakan sama, menekuk tentakel lalu meluruskannya agar bisa berenang, seperti gerakan jellyfish pink di kartun Spongebob.

Untuk pertama kalinya juga saya melihat ada ubur – ubur berwarna putih. Mereka memiliki “kepala” yang berwarna transparan, tentakel berwarna putih #iyalah hehe , mereka benar – benar begitu menggemaskan, ingin rasanya saya ambil dan saya letakkan di kolam rumah saya dan hidup bersama dengan dua kura-kura saya. Tapi segera saya singkirkan pikiran aneh tersebut, mana bisa ubur - ubur dapat bertahan hidup di kolam kecil rumah saya -__-

Ubur - ubur putih 


Sore itu saya habiskan dengan melihat ubur-ubur yang sedang berenang. Ditemani dengan matahari yang perlahan tenggelam menuju peraduan dan tawa canda teman-teman baru saya di rangkaian acara #famtripjateng membuat sore itu menjadi sangat istimewa.

Bersama di dermaga(diambil oleh Mas Dani)


Hangatnya matahari senja di Pantai Widuri membius kami berempat, saya,mas Ragil, Mas Dani,dan Mbak Ismi yang sedang asyik bermain. Sampai – sampai Mbak Atrik, yang menjadi tour leader #famtrip kami datang menjemput untuk segera kembali ke Bus dan melanjutkan perjalanan selanjutnya.

Bukan Pohon Kelapa tapi Pohon Pinus yang ditanam di pinggir pantai 


Sedikit berat untuk melangkahkan kaki meninggalkan Pantai ini karena sebenarnya saya masih ingin duduk – duduk di dermaga kayu sambil menikmati senja. Tapi, perjalanan selanjutnya sudah menanti.
Hembusan angin laut yang menggoyang – goyangkan daun pohon pinus seperti sedang melambaikan tangan perpisahan dengan Pantai Widuri ini.

Lambaian selamat tinggal dari daun pinus

Terima kasih Pantai Widuri, ubur – ubur, dan Pemalang, sungguh perjalanan yang tak terlupakan menginjakan kaki di Kota yang sebelumnya saya kira nama sebuah stasiun di Kota Semarang hehe :p

Comments

  1. Wih baru tau kalo di pemalang ada pantai yang bagus, next trip harus kesana


    Jangan sungkan untuk mampir ke www.travellingaddict.com

    ReplyDelete
  2. wahahahahah mirip mirip karo ceritoku sing lewat jalur tengah untuk ke pati. siap rilis malam ini :D.

    ReplyDelete
  3. wah belum sampai jembatan shirotolmustaqim, ampun .... *pegangan tembok kamar, suka banget sama tulisannya LOVE

    ReplyDelete
    Replies
    1. ayooo coba kesana mbaak sambil nyebrang jembatannya haha :))
      makasiii suka juga sama tulisan mbak siskaaa :D

      Delete
  4. sukaa tulisan ima..itu ubur2nya unyu yaaa....jembatannya ngeri bingit, ngga berani sampai ujung eyke...

    ReplyDelete
    Replies
    1. aw ada mbak penulis kece makasii mbak :D
      iya unyu banget haha samaa cuma mbak Ismi yg berani nyebrang ituu

      Delete
  5. Jadi ubur-ubur warna apa yang membuatmu tertambat haaa? hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. semua ubur-uburnya bikin hatiku tertambat koh :3

      Delete
  6. maaa, jembatannya serem ma :| hehehe.
    eh ubur-uburnya nggak pink kayak di sponge bob ya? :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaa mbak aku juga gak berani nyebrang pas kesana haha :p
      hihi iyaa padahal aku nyari yg wrna pink mbak :3

      Delete
  7. Aaaaak.. Mau foto-foto jugak di dermaganyaaaa >,<

    ReplyDelete
  8. Oh pemalang itu nama kota yaaa #laludikeplak

    ReplyDelete
    Replies
    1. nama terminal di Semarang itu kak #dikeplakkeplak haha :v

      Delete

Post a Comment

back to top