Labuhan Hati di Pantai Menganti



Tersebutlah sebuah kerajaan penguasa di nusantara yang wilayahnya mencakup Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur.

Ada satu hal yang memicu terjadinya perluasan kekuasaan yang menjadi masa kejayaan yaitu Sumpah Palapa. Sumpah ini menunjukkan rencana Gajah Mada untuk melebarkan kekuasaan dan membangun sebuah kemaharajaan.

Kekuasaan yang luas pastilah memiliki prajurit dan panglima yang berperan besar dan rela mengorbankan apapun untuk perluasan wilayah Majapahit.

Namun tidak berlaku oleh seorang panglima ini. Sebut saja namanya Semar Mendem *. Ia memendam cinta di lubuk hatinya yang terdalam dengan seorang wanita cantik berasal dari wilayah tengah Jawa.

“Biyung...”
“Le Tole, iki kaping terakhir yo, aku ora lilo duwe mantu bocah kuwi .”
“Piye to yung Biyung, kula sampun sepenuh hati tresno..”
“Ora le, ora isok, Biyung ora setuju. Kowe ngerti, Rama lan Biyung wes setuju kowe ambek Dyah Wiyata duduk bocah sing liyane..”

Setelah perdebatan sengit yang tak kunjung berakhir dengan orang tua, Semar Mendem pun akhirnya menyerah. Namun bukan menyerah dengan keadaan dan menurut nasihat orang tua tetapi..

Baiklah Biyung, Rama..aku tidak bisa berbuat banyak, selamat tinggal..

Keesokan harinya Semar Mendem absen untuk mengikuti latihan prajurit Bhayangkara. Ia lari seperti dikejar hewan buas masuk ke dalam hutan menuju sebuah pantai.

Seminggu sebelumnya ia berjanji dengan wanita yang dicintainya untuk pergi ke sebuah pantai selatan di wilayah Kebumen.

Sang wanita yang dicintainya, Arem, telah tiba di tepi pantai sejak matahari terbit. Kakinya ia selonjorkan sambil bersandar di sebuah batu di bawah nyiur perdu setinggi empat orang dewasa sambil melihat takjub pemandangan di hadapannya. Ombak biru yang besar bergulung menghempas tebing karang menjadi teman burung camar yang terbang rendah di atas air.

Arem membayangkan ia dan Semar Mendem akan menaiki perahu untuk mengarungi lautan di hadapannya. Namun...

Laut ini cukup ganas untuk sebuah perahu kecil, gumam Arem.

Matanya melihat ke sebelah kiri, tebing curam berjarak sebadan dokar ada di sampingnya. Sesekali ia melihat ke arah hutan, menunggu sang pujaan hati datang. Ia membayangkan Semar Mendem datang mengenakan seragam prajurit Bhayangkara. Namun bukan seragam yang banyak dipakai prajurit, namun seragamnya adalah seragam khusus panglima.

Seulas senyum merekah di bibirnya.

Di sebelah kanan Arem, ia melihat kedatangan seorang wanita dengan dua orang yang sudah cukup berumur. Sambil menggamit lengan kedua orang tersebut, sang wanita perlahan duduk di bawah nyiur yang berukuran dua kali lebih tinggi dari nyiur yang menaungi Arem.

Mungkin mereka sedang berwisata ke tepi pantai ini.

Tiba-tiba ada suara derap langkah cepat dari arah hutan. Arem langsung menengok cepat ke belakang.

Ternyata hanya seorang bocah laki-laki.

Ia menghela nafas sedikit kecewa mengetahui sang pemilik langkah bukan pujaan hatinya. Namun bocah laki-laki itu kian mendekat ke arah Arem. Sampai akhirnya ia memberikan sepucuk surat yang dilipat menjadi dua dengan tangan kanan. 

"Apa ini? Ini untukku? "

Bocah laki-laki tidak membalas pertanyaan Arem. Ia terus menyodorkan surat tersebut dengan pandangannya yang tajam seakan "memaksa" Arem segera menerima surat.

Arem tidak berbuat banyak, ia langsung mengambil surat yang diberikan si bocah lelaki. Setelah diterima si bocah langsung berlari seperti kancil masuk ke dalam hutan.

Arem suka dengan wangi surat itu, aroma melati memenuhi rongga pernafasannya. Ketika surat tersebut dibuka oleh Arem, tak berapa lama air hangat memenuhi kelopak matanya yang sepekat tinta. 

Duhai kekasih, maaf tak bisa menepati janji.
Saat ini aku hendak pergi memenuhi perintah Rama dan Biyung.
Hati seperti kapal yang akan berlabuh di sebuah dermaga.
Entah dermaga mana yang kusinggahi untuk selamanya bersandar.
Namun kali ini dermaga pertama yang kusinggahi bukanlah dirimu.
Maafkan aku..

Surat yang singkat dan menjelaskan apa yang akhirnya terjadi oleh masalah yang Arem dan Semar Mendem alami.

Ia tak memerdulikan lagi kertas tersebut dan melempar sekuat tenaga ke bawah tebing. Wajahnya sudah dipenuhi air mata dan setengah tertatih ia berlari masuk ke hutan.

Nyiur di tepi pantai sudah terkena cahaya matahari seluruh batangnya. Wanita dan dua orang lainnya nampak berteduh di pohon yang lain.

Dari arah hutan, seorang lelaki tiba di tepi pantai. Nafasnya memburu, jantungnya berdebar kencang. Matanya melihat sekeliling mencari sebongkah batu besar di bawah nyiur perdu setinggi empat orang dewasa . Namun ia hanya melihat seorang wanita dan dua orang yang sudah cukup berumur. Ia melihat sekeliling lagi. Diedarkan pandangannya ke penjuru arah dan melihat tempat yang dicarinya.

Tidak salah lagi, di sana tempatnya..

Diaturnya nafas yang tersengal-sengal sambil meluruskan kakinya. Ia mengambil botol air yang dikaitkan di celana sebelah kirinya. Beberapa kali tegukan ia tenggak.

Beberapa saat kemudian nafasnya mulai teratur.

Di tempat lain, seorang lelaki bertanya kepada seorang bocah laki-laki yang telah ia beri surat untuk diberikan kepada wanita di tepi pantai. Sang bocah mengangguk pasti bahwa surat telah sampai di tangan yang tepat. Ia pun lalu membuka telapak tangannya dan siap menerima hadiah dari lelaki tersebut.

Terik panas siang tak mengendurkan semangat Semar Mendem untuk beranjak dari tempat duduknya, ia yakin sang pujaan hati akan datang dan rencana yang mereka siapkan seminggu sebelumnya akan terlaksana.

Hingga petang menjelang, tak nampak batang hidung Arem. Semar Mendem masih duduk di tempat yang sama dan melihat wanita dan dua orang yang berumur tadi sudah meninggalkan tempat berteduh mereka.

Ia tetap setia menanti sampai malam datang.

Hingga akhirnya ia sadar labuhan hati yang dinanti tak kunjung datang menghampiri.

- - - -



Papan petunjuk

Pantai Menganti

Saung yang disewakan

Sawah di tepi pantai



Pantai Menganti adalah pantai yang berlokasi di Desa Karangduwur, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Nama Menganti berarti menanti.

Pantainya yang menawan dengan pasir putih akan memberikan pengalaman baru bagi pengunjung. Rasanya tak cukup kata “Woaaah” terlontar dari mulut ketika melihat Pantai Menganti.
Sawah hijau di tepi pantai..
Ombak yang menabrak batu karang..
Air laut yang biru..
Semuanya berpadu menjadi satu di Pantai Menganti ini.

Jangan lewatkan Lembah Menguneng, Jembatan Merah Gebyuran, dan Sawangan Adventure di pantai ini ya agar pengalaman kalian makin seru dan menyenangkan :D

Lembah Menguneng

Jembatan Merah Gebyuran


Sawangan Adventure

Sawangan Adventure

Sawangan Adventure


Mitos dan Legenda Pantai Menganti

Konon seorang panglima perang Majapahit melarikan diri ke pantai selatan karena hubungannya dengan kekasihnya tidak direstui oleh orangtuanya. Keduanya kemudian berjanji untuk bertemu di tepi samudera berpasir putih. Sepanjang hari sang panglima perang menunggu di atas bukit kapur namun sang kekasih tak juga datang. Sementara itu mitos warga sekitar adalah tak diperkenankan menggunakan baju berwarna hijau gadung. Hal tersebut erat kaitannya dengan Nyi Roro Kidul yang umum dipercayai oleh warga pantai selatan.


*membaca "e" seperti kata beli
**terjemahan kalimat berbahasa jawa:

“Ibu..”
“Nak, ini yang terakhir kali, aku tidak ikhlas mempunyai menantu anak itu.”
“Bagaimana ya bu Ibu, aku sudah sepenuh hati jatuh cinta.”
“Enggak nak, enggak bisa, Ibu tidak setuju. Kamu tahu, Bapak dan Ibu sudah setuju kamu dengan Dyah Wiyata bukan yang lainnya..”


Tulisan ini dibuat berdasarkan sumber yang saya baca yaitu :
1. budyrahardja
2. kamuslengkap
3. wikipedia Majapahit
4. lagilibur
5. wikipedia Pantai Menganti








Comments

  1. Kagum banget sama keindahan pantai ini, suatu saat saya pengen kesana.

    ReplyDelete
  2. Keren bisa bikin cerita begitu. Kangen deh jadinya. Pengen ke Menganti lagi

    ReplyDelete
  3. Suka banget sama tulisan perjalanan gini yang di bumbui dengan legenda. Tulisannya jadi ada sudut pandang yang beda. Salam kenal kak.

    ReplyDelete

Post a Comment

back to top