Thailand adalah negara yang belum pernah masuk di wishlist namun tiba-tiba saya kunjungi. Kalau saja saya tidak melanjutkan kuliah dan ternyata ada program kunjungan ke negeri berjuluk gajah putih ini, entah kapan saya akan mengunjunginya.
Saat tiba di Bandar Udara Internasional Don Mueang, ada hal menarik saat mengantre di imigrasi. Antreannya sangat cepat jadi tidak panjang mengular dan petugas yang berjaga memberikan saya senyuman sambil menelungkupkan tangan.
Apakah ini yang membuat pariwisata Thailand begitu maju? Wisatawan yang datang disambut dengan hangat di garda terdepannya melalui petugas yang berjaga di pintu imigrasi. Semua orang pun pasti akan merasa senang diberlakukan seperti itu setelah berjam-jam menekuk lutut dengan pemandangan langit dan awan di luar jendela.
Saat keluar bandara menuju bis yang akan membawa kami ke tujuan destinasi pertama di Bangkok, nampak foto Raja Rama X, Maha Vajiralongkorn seperti menyambut kami yang baru saja tiba di Thailand. Foto tersebut diletakkan di billboard langit-langit Bandara dengan ukuran 3x6 meter.
Foto tersebut di sisi lain seperti sebuah ungkapan bahwa Raja “melihat” gerak-gerik saya karena diletakkan di atas langit-langit mirip cctv. Meskipun nyatanya tidak ada cctv di dekat gambar raja tersebut.
Thailand adalah sebuah negara berbentuk monarki konstitusional. Makna kata Thailand sendiri terbagi dalam dua kata, Thai dan Land. Kata "Thai" (ไทย) berarti "kebebasan" dalam bahasa Thai dan “Land” adalah tanah. Dulu negara ini bernama Siam namun pada 1932 terjadi kudeta tidak berdarah yang menjadikan namanya berubah menjadi Thailand sekaligus mengubah sistem pemerintahan yang awalnya adalah monarki absolut menjadi konstitusi rakyat.
Berbicara tentang tanah kebebasan saya teringat dengan hukum Lèse Majesté di negeri ini. Lèse Majesté adalah undang-undang yang melarang penghinaan terhadap monarki. Hukum ini berdasarkan pada bagian 112 KUHP negara, yang mengatakan siapa pun yang mencemarkan nama baik, menghina atau mengancam raja, ratu, pewaris akan dihukum dengan penjara tiga sampai 15 tahun.
Sanksi dalam pasal Lese Majeste diperkuat pada 1976. Lese Majeste juga muncul saat konstitusi Thailand diamendemen yang berbunyi, “Raja harus ditempatkan di singgasana dalam posisi yang disanjung dan tidak boleh dicemari. Tiada seorang pun boleh menyampaikan tuduhan atau aksi dalam bentuk apapun terhadap Raja.”
Pada tahun 2010 dibentuk Cyber Scout oleh Royal Thai National Police yang bertugas untuk memberikan informasi anti kudeta dengan bayaran 500 Baht.
Enam tahun kemudian pemerintah membuka pendaftaran relawan Cyber Scout. Siapa saja dapat bergabung menjadi Cyber Scout bahkan siswa yang masih bersekolah diperbolehkan untuk mendaftar. Tugas utamanya adalah memonitor tiap aktivitas masyarakat di dunia maya yang dianggap berbahaya bagi kerajaan. Bisa dimulai dari memonitor aktivitas sosial media teman, keluarga atau tetangga. Berbeda dengan tugas Cyber Scout sebelumnya, di misi kali ini tidak dibayar namun ada penghargaan berupa poin yang akan ditampilkan profil Cyber Scout yang berhasil memberikan informasi di halaman resmi website Cyber Scout.
Menurut laporan dari kelompok pengawas hak asasi manusia Privacy International , informasi yang diberikan oleh Cyber Scout dikumpulkan untuk membantu Polisi Thailand mengajukan tuduhan Lèse Majesté.
Banyak pihak menyayangkan hukum yang dianggap membungkam suara masyarakat Thailand salah satunya karena tidak ada definisi dan batasan yang jelas bagaimana bentuk penghinaan terhadap pihak monarki. Seperti saat seorang pekerja pabrik ditangkap pada Desember 2015 karena dituduh memuat komentar di daring yang satir tentang anjing peliharaan kerajaan, dan seorang sejarawan terkemuka dituduh melakukan tindakan Lèse Majesté dalam kuliahnya tentang perang abad ke-16.
Menurut iLaw, organisasi non pemerintah yang mengumpulkan informasi pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi di Thailand, dalam kurun waktu dua tahun setelah kudeta setidaknya ada 527 orang ditangkap, 167 diadili di pengadilan militer, dan 68 didakwa dengan lèse majesté. Dari 68 kasus yang didakwa, 21 kasus melibatkan konten yang diposting di Facebook, termasuk lima kasus di mana orang ditangkap karena hal-hal yang mereka katakan kepada teman di Messenger.
Ketidakjelasan batasan tindakan Lèse Majesté didukung penuh oleh pihak pemerintah yang menjadikan junta militer makin berkuasa. Kekuasaan ini kian mengekang kebebasan berekspresi dengan alasan untuk melindungi monarki. Perdana Menteri Jend. Prayuth Chan-ocha, telah menjadikan penuntutan kasus-kasus Lèse Majesté sebagai prioritas utama lembaga yang berkuasa ini.
...
Bagi saya sendiri “dilihat” oleh Raja Rama karena gambarnya terpajang di mana-mana sudah saya anggap seperti dimata-matai dan ada rasa takut tersendiri terlepas dari adanya hukum Lèse Majesté. Sebuah negeri paradoks bilamana makna negaranya adalah tanah yang bebas namun suara-suara warganya banyak yang dibungkam.
Bulu kuduk saya bergidik, saya harus melanjutkan perjalanan di Thailand dengan kerelaan diawasi Raja Rama di sudut-sudut negerinya.
KBRI di Bangkok |
Kondisi jalan di Bangkok |
Fireworks |
Pengerajin emas di patthaya |
Comments
Post a Comment