Canggu memiliki kisah menarik tersendiri bagi saya yang
berkaitan dengan alat transportasi yang membawa saya pergi dari daerah tersebut.
Ceritanya begini..
Saat keluar dari bandara saya memesan sebuah layanan taksi
online untuk membawa saya ke hotel. Namun karena ingin berjalan-jalan saya
meminta taksi online tersebut untuk membawa saya ke Cangu dan mampir di
beberapa destinasi wisatanya.
Namun masalahnya taksi tersebut memiliki janji pukul 11
siang dengan penumpang lain, pilihannya adalah saya langsung di antar ke hotel
dan tidak berjalan-jalan atau saya diturunkan di tempat lain dan menyewa
layanan transportasi lain untuk berjalan-jalan.
Saya pun memilih opsi kedua.
Setelah sebelumnya saya berkenalan dan diberikan kartu nama
sambil sedikit mengobrol tentang rencana perjalanan saya, Pak Didi, sopir taksi
online tersebut menurunkan saya di suatu tempat. Karena masih dalam masa promo
saya pun menggunakan promo tersebut dan tak lupa mengucapkan terima kasih dan
sampai jumpa kembali ketika saya akan menggunakan layanan taksi Pak Didi.
“Mbak tapi ingat ya, di Canggu itu daerah macet jadi kalau
mau pesan telfon saya sekitar 2 jam sebelumnya nanti saya jemput di hotel. Jangan
pesan pakai aplikasi dulu, nanti baru di dalam mobil baru pesan ya mbak.”
“Kenapa begitu pak?”
“Soalnya rawan mbak di sana, sering ada bentrok, mobil teman
saya ada yang digores sama warga di sana.”
“Oh begitu, oke pak siap.”
Sampai di situ saya pun selalu mengingat-ingat apa kata
Pak Didi untuk memesan 2 jam sebelumnya dan menelfonnya baru memesan lewat
aplikasi di dalam mobil.
Untuk sampai di hotel saya menggunakan layanan transportasi
yang berbeda yaitu menggunakan ojek online.
Lalu saya ingat apa kata Pak Didi.
“Kalau ojek aman sedikit mbak daripada taksi online.”
Setelah berjalan-jalan di Canggu dan pergi dengan beberapa teman, saya pun beristirahat di hari itu.
Keesokan harinya saya kembali berjalan-jalan namun sesuatu
hal terjadi, saya lupa waktuuu : ((
Sesampainya di hotel saya bergegas packing dan bersiap-siap
untuk pergi ke bandara. Di chat grup saya, teman-teman saya yang lain sudah
sampai di bandara tinggal saya saja yang belum sampai.
Saya pun langsung menelfon Pak Didi dan lupa salah satu pesan
dari beliau untuk menelfon sekitar dua jam sebelumnya..
Degup jantung saya dag-dig-dug tak karuan menunggu Pak Didi
di lobby hotel.
“Sabar mbak, duduk dulu saja tadi sudah saya beritahu lokasi
hotelnya kok, tunggu sebentar lagi juga sampai,” ujar petugas hotel menenangkan
saya.
Saya pun menurut.
Tak lama kemudian mobil Pak Didi datang saya pun langsung
melesat keluar dari hotel tak lupa mengucap salam perpisahan dengan petugas
hotel.
“Mbak berani sekali, kemarin saya sudah bilang kalau di
Canggu ini daerah macet kalau telfon sekitar 2 jam sebelumnya. Beruntung mbak
ini, saya lagi bawa penumpang ke batu bolong pas mbak tadi telfon jadi bisa
langsung ke sini.”
“Kok bisa ya tadi pas mbak nelfon saya ada di Batu Bolong? Padahal
kita tidak janjian loh sebelumnya.”
Pak Didi terus berkata kepada saya tentang ketidaksengajaan
tersebut sambil menyetir dengan gesit di jalanan untuk memburu waktu saya yang
akan segera berangkat ke Pulau Komodo.
“Hehe iya pak maaf ya tadi tiba-tiba begitu, saya tadi pagi
jalan-jalan pak di Canggu sampai lupa waktu, masih bisa kekejar gak ya pak sama
pesawatnya?”
“Jam berapa mbak pesawatnya?”
“Di jadwalnya 13.45”
Waktu itu pukul 12 siang lebih. Perjalan sekitar satu jam di
hari biasa kata Pak Didi, jad saya akan tiba pukul....tiba-tiba perut saya
mulas
“Saya usahakan ya mbak agak ngebut, tapi saya kaget loh tadi
kok bisa ya pas saya bawa penumpang di Cangu mbak telfon..” Pak Didi mengulang
kata-katanya.
Saya sendiri gak tau paaak, iya ngebut aja pak saya restui
bangett. Batin saya berteriak-teriak.
Lampu merah di depan saya berubah warna menjadi hijau. Pak Didi
pun melesatkan mobilnya di jalanan Canggu yang kala itu tiba-tiba sedikit sepi
menurutnya.
Saat di dalam mobil kami berdua lebih banyak diam, tapi
sejujurnya saya berdoa agar saya tidak terlambat. Mulut saya komat-kamit tak
karuan. Ponsel saya kembali bergetar dan sebuah pesan masuk. Teman saya kembali
menanyakan di mana posisi saya. Ya Allah beri kelancaran : ((((
“Beruntung mbak ini, jalannya agak sepi,biasanya di sini
ramai. Kalau di sini sudah aman selanjutnya aman mbak!” ujar Pak Didi sambil
tetap sedikit ngebut di jalanan. Entah sampai mana, saat itu hati saya sudah
dag-dig-dug tak karuan tak sempat menanyakan sampai di mana.
“10 menit lagi sampai mbak ini,”ujar Pak Didi seperti
menenangkan saya.
“Oh ya pak?” Saya pun segera membalas pesan teman saya dan
mengatakan sekitar 10 menit lagi sampai di bandara.
Dan benar sekali perkiraan Pak Didi, 10 menit setelahnya
sebuah palang nama bandara terpampang di depan saya.
“Alhamdulillah paak!” saya sedikit berteriak kepada Pak
Didi.
Beliau membalasnya dengan senyum lebar dan berkata kepada
saya agar tak mengulanginya hehe.
“Siap Pak!”
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Itulah cerita saya saat bertemu dengan Pak Didi, sopir
salah satu layanan taksi online di Bali. Saat mengobrol dan mengatakan Sidoarjo
sebagai tempat saya tinggal beliau pun langsung menyahut dengan mengatakan
bahwa Ayah beliau pun berasal dari Sidoarjo. Sebuah ketidaksengajaan lagii
haha.
Menurut saya beliau ini sangat supel dengan pelanggan, bisa
mengendarai dengan baik, mengizinkan saya untuk mengisi daya baterai ponsel
yang sekarat di mobilnya dan yang paling penting bisa ngebut dengan sangat baik
hahaha.
Pak Didi saat mengebut di jalanan |
Bagi teman-teman yang ingin mengontak beliau, selain pesan
lewat aplikasi online beliau juga bersedia untuk ditelfon langsung dan
mengantar ke tujuan wisata teman-teman. Kalau berminat, bisa japri saya ya :D
such an experience! pak didi hobinya nyetir selalu ngebut yakk?
ReplyDeleteSalam kenal! main ke blog aku yoo