Kehangatan Empat Cangkir Teh

Sebuah bangunan dengan gaya modern menarik perhatian saya sejak pertama kali menginjakkan kaki di kebun teh yang berlokasi di Kabupaten Malang ini. Bukan gaya bangunannya tetapi tulisan Tea House yang telihat mencolok dengan warna hijaunya yang kontras dengan cat dinding bangunan tersebut. 
Setela…

Di Tepi Kota Pemalang . .


Saya hampir saja kesasar ke sebuah tempat bernama “Pemalang” saat petugas bus yang saya naiki menanyakan tujuan terminal saya turun. Beruntung saya bertanya perihal fasilitas mobil yang akan mengantar sampai tujuan yang dimiliki oleh P.O Bus.

“Pak, tapi nanti saya diantar ke Jalan Pemuda kan?”

Dengan wajah sedikit bingung Petugas menjawab pertanyaan lugu saya.

“Wah belum tau ya mbak nanti tergantung kantor P.O ada tujuan ke sana atau tidak.”

DEG! Duh mati, masak saya harus luntang-lantung di jalanan Semarang tengah malam. Karena ini adalah perjalanan pertama saya menuju Jawa Tengah dengan berangkat solo, saya terus bertanya meyakinkan petugas akan mengantarkan saya sampai ke tujuan seperti apa yang telah pihak P.O tawarkan. Sampai akhirnya . .

“Mbak, sebenernya mau ke Semarang atau Pemalang?”

Saya pun semakin cemas dan bingung, awalnya saya mengira Pemalang adalah nama terminal di Semarang sampai saya sadar setelah penjelasan singkat dari petugas.

“Oh Mbak mau ke Semarang? Ya pasti diantar sampai ke tujuan kalau gitu. Tadi mbak saya tanya mau ke Pemalang kok jawabnya iya, Pemalang itu jauh dari Semarang mbak.”

Saya pun tersipu malu, tidak mencari informasi lengkap tujuan perjalanan saya kali ini. Akhirnya petugas kembali sibuk dengan tumpukkan kertas catatan tiket dan saya pun menyibukkan diri mengeringkan satu-satunya alas kaki yang saya pakai.

Kehujanan -_-


***

Matahari siang itu tepat menyengat di atas ubun-ubun. Setelah menghadiri proses "selamat datang" dari Disbudpar Pemalang dan berkeliling di Widuri Water Park, rombongan kami diajak berjalan menuju sebuah tangga di bagian belakang area Water Park. Awalnya saya tidak mengetahui tangga – tangga yang saya naiki menuju kemana namun ketika sampai di tangga paling atas, angin sepoi-sepoi dan bau asin air laut langsung tercium menusuk hidung. Ternyata tangga ini menuju dermaga kecil yang ada di Pantai Widuri.

Water Park Pantai Widuri
Sesampainya di Dermaga . .

Ora Keno Nduweni



“ Untuk penutup kepala atau sike diibaratkan seperti batu nisan, agar manusia sadar akan kematian dan orang mati gak punya apa – apa, kita harus belajar untuk menghilangkan rasa memiliki istilah Jawa – nya Ora Keno Nduweni. ”


***

Malam itu kaki saya berjalan pelan memasuki sebuah gang kecil di sudut kota Pekalongan. Siangnya Pak Eddy, salah satu pegawai Disbudpar Jawa Tengah berkata,” Nanti malam kita lihat tari- tarian ya.” Di otak saya pun segera muncul beberapa wanita dengan pakaian khas penari Jawa menarikan tari tradisional diiringi dengan grup karawitan. Mereka menari dalam suatu tempat pementasan dengan lampu sorot yang menyoroti penari – penari tersebut, namun sepertinya bayangan saya kurang tepat . .

Gang yang kami masuki tak terlihat hingar bingar sebuah pementasan akan diselenggarakan. Di samping kanan dan kiri saya adalah deretan rumah dengan pagar yang telah terkunci rapat. Lampu yang menyala redup dengan angin semilir turut menemani tiap jengkal kaki yang saya langkahkan.

Papan keterangan sanggar multikultur

WWD 2015: Mau Mencemari Sungai Indonesia dengan Berapa Milyar Bakteri Lagi?

Menurut penelitian, sekitar 70% dari tubuh orang dewasa terdiri dari air dan kita bisa bertahan hidup maksimal tiga hari saja tanpa air, dengan beberapa fakta tersebut sudahkah masyarakat sekeliling kita sadar dan peduli pentingnya air bagi kehidupan kita?

Seorang kakek yang berjalan di tanah desa

Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan untuk mengunjungi Desa Kedungdendeng. Hanya dua hari saja memang saya tinggal di desa yang terletak di daerah perbukitan tersebut, namun ada sedikit cerita yang dapat saya bagi berkenaan dengan Hari Air Sedunia yang bertepatan tanggal 22 Maret ini.

Traveling With Sweet Dessert


Beberapa kali saya menengok handphone untuk memastikan kedatangan dua teman saya. Tanpa menunggu kedatangan mereka akhirnya saya memutuskan untuk memasuki sebuah kedai kecil di dekat salah satu perbelanjaan di kota pahlawan. Sebenarnya beberapa waktu yang lalu saya sempat mengunjungi kedai kecil ini namun saya harus mengurungkan niat untuk mencicipi hidangan khas dengan olahan buahnya ini karena pintu kedai ini tertutup rapat. Beruntung hari itu akhirnya saya melihat pintu terbuka lebar dan lampu menyala dengan terang.

Seorang pria kemudian memberi saya daftar menu berbagai olahan buah – buahan yang ditawarkan oleh Kimi – Kimi Fruit Dessert, nama kedai ini. Saya sempat bingung dengan nama – nama yang tertulis rapi di kertas pink yang telah dilaminasi, beruntung terdapat penjelasan apa saja yang terkandung dalam seporsi olahan.

Daftar Menu Kimi - Kimi Fruit Dessert

Jangan Menyerah di Jalan Putus Asa


Pagi itu, di pinggiran salah satu kota di Jawa Timur suasana begitu tenang. Kokok ayam terdengar bersahutan. Di sisi kanan dan kiri nampak sawah dengan beberapa petani yang sedang menanam padi. Dari kejauhan bukit berwarna hijau terlihat berdiri gagah bersama teman-temannya. Saya membuka kaca perlahan, mempersilahkan udara pagi masuk ke rongga paru-paru yang terasa sesak dengan segala residu yang saya hirup di kota Pahlawan.

Mengintip dari jendela


Rumah – rumah penduduk masih bergaya rumah Jawa lama, dengan genting yang rendah sampai ada yang hampir menutupi bagian atas pintu. Tiba – tiba teman saya menghentikan mobil yang kami kendarai. Ia keluar dan bertanya pada seorang wanita yang tengah sibuk beraktivitas di depan rumahnya. Tidak berapa lama ia kembali lalu kami dibawa masuk ke sebuah gang. Kemudian ia memarkirkan mobil di depan rumah salah seorang penduduk yang telah ia kenal sebelumnya.
Setelah kami keluar dan menyapa pemilik rumah tersebut kami pun siap untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan utama, sebuah institusi pendidikan dasar yang berada di bukit yang telah kami lihat saat perjalanan menuju desa terakhir yaitu Desa Brangkal.

Kolaborasi adalah Koentji

Saya percaya bahwa kerjasama atau kolaborasi adalah kunci di era masa kini. Denai Guna selain  blog perjalanan pribadi juga membuka kerjasama atau kolaborasi dengan beberapa pihak seperti tour & travel, UNESCO, provider telekomunikasi, kementerian pariwisata, maskapai penerbangan dan lainnya. …

Tentang Denai Guna

Sebaik-baik manusia adalah manusia yang dapat bermanfaat bagi orang lain. Begitulah apa yang saya yakini betul dalam hati. Pun begitu pula dengan perjalanan yang saya lakukan, pasti ada manfaat dan gunanya selain bagi diri saya sendiri entah itu dapat memantik semangat kawan semua untuk menengok i…

Redish di dalam bagasi



Seorang petugas dengan nadanya yang tegas berkata,” Maaf mbak berhubung kabin penuh penumpang, maksimal 1 penumpang bawa 1 tas aja, tas yang lain ditaruh bagasi.”

Pemilikku tampak begitu bingung karena ia sudah merapikan barang bawaan di tiga tas yang ia bawa,tas cangklong, jinjing, dan ransel. Sekarang ia harus memilih tas mana yang harus diletakkan di bagasi. Aku pun memohon agar tidak ditaruh disana. Cukup sekali saja berada di dalam bagasi. Pengap, kelakuan petugas yang kasar saat menaruh di dalam bagasi, belum lagi kalau ada tindak pencurian dimana pencuri memakai berbagai cara untuk melukai badan kami. Aw membayangkannya saja aku sudah bergidik ngeri.

Namun sepertinya pemilikku lebih memilih tas jinjing bututnya yang dibeli di toko souvenir saat ia berlibur di Pulau Dewata. Aku pun berteriak,” Tidak, tolong jangan letakkan aku disanaa.” Namun semua itu percuma karena pemilikku pasti tidak mendengarnya. Akhirnya ia pun memindahkan laptop dan diletakkan di dalam tas jinjing butut tersebut.

30 menit di Savana Bromo


Guncangan keras Trooper membangunkan tidur saya malam itu. Jalanan kanan dan kiri saya gelap nyaris tidak ada cahaya. Yang dapat saya lihat hanya pandangan di depan berkat bantuan lampu mobil. Terlihat sisi kiri jalan adalah jurang lalu sisi kanan adalah tebing. Lambat laun pemandangan berubah. Samar – samar saya dapat melihat di sisi kiri sebuah gunung menjulang tinggi.

“ Kalau pagi pemandangannya mantep , hijau semua ini,” kata mas Reyza , pemilik jasa travel yang kami sewa untuk menemani perjalanan singkat kami ke Bromo kali ini.

“ Mirip sama yang di bbm nya Mas Reyza ? “ saya pun menimpali.

“ Iya mbak.”

Saya pun menyandaran kepala saya lagi. Pikiran saya segera terpaku pada foto di profil bbm mas Reyza. Beberapa mobil jeep terlihat berjalan di tengah hijaunya rerumputan savana. Terlihat mobil – mobil tersebut membelakangi sebuah gunung yang juga berwarna serupa.

Saya makin tidak sabar menunggu pagi dan melihat sendiri dengan mata telanjang saya hamparan rerumputan hijau dengan bukit – bukit kecil seperti di serial anak – anak TV swasta saat saya masih memakai seragam merah putih dulu. Entah mengapa meskipun tujuan utama kami kesini adalah ke Gunung Bromo hati saya segera terpaku pada savana ini....
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Angin dingin gunung menerpa wajah yang sengaja saya keluarkan sedikit dari jendela Trooper. Beruntung kami mengunjungi Bromo saat musim hujan. Tidak ada badai pasir dan pemandangan lebih hijau adalah ‘fasilitas’ yang ditawarkan TNBTS saat musim hujan seperti ini.

“ Kalau semua masuk , biasanya saya tancap gas tinggi trus ngebut di area ini,” kata Mas Reyza memecah keheningan.

Saya membayangkan perjalanan off road seperti malam kemarin akan saya alami lagi. Oke – oke aja mas , batin saya,  tapi kasihan dua teman saya yang duduk di atas Trooper bisa – bisa mereka terpental dari Trooper.

“ Sebentar lagi saya mau belok tajam ini,” ucap Mas Reyza lagi.

“ Yang di atas hati – hati sebentar lagi mau belok tajem,” seru teman saya, Xenia, kepada dua orang teman saya yang lebih memilih duduk beralas atap Trooper.

Padang pasir saat musim hujan


Perjalanan Singkat di Pulau Kei




Adalah sebuah kepulauan di daerah Timur Indonesia yang bernama Kepulauan Kei. Kepulauan Kei ini sendiri dibagi menjadi beberapa pulau diantaranya , Pulau Kei Kecil dan Pulau Kei Besar. Di Pulau Kei Besar terdapat bukit – bukit. Sedangkan di Pulau Kei Kecil terdapat sebuah pantai bernama Pasir Panjang tetapi masyarakat setempat menyebutnya Ngurbloat. Konon , pasir di pulau ini merupakan pasir terhalus di Asia.



#EMA2014


Hampir dua bulan setelah kegiatan EMA berlangsung dan hari ini baru sempet posting tentang kegiatan ini ,hiks :( Oke langsung aja saya cerita tentang EMA2014. Sebelumnya saya udah posting di tumblr tentang EMA ini apa ,silahkan langsung ke sini ya hehe #promositumblr :v


Awalnya gak nyangka bisa kepilih jadi salah satu ekspeditor EMA khususnya di bidang TW (Travel Writing) soalnya peserta yang lain bener-bener keren banget tulisannya malah ada yang udah nerbitin buku *lirik mas yoni :v. Ekspeditor – ekspeditor yang lain juga gak kalah keren , lihat hasil tulisannya,jepretan fotonya ,videonya wihh kereeen banget pokoknya. 

Ekspeditor EMA dan panitia di Saung Angklung Udjo

Selfie bareng di depan museum KAA :v

Dibalik Tebing Instagram



Bagi WNI , Warga Negara Instagram , siapa yang tidak mengenal nama tempat di foto tersebut ? Berlokasi di dekat salah satu hutan kota di Bandung tempat ini selalu ramai dikunjungi sejak awal tahun 2014.Kemajuan teknologi berupa media sosial turut andil mempromosikan tempat ini. Terbukti dengan banyaknya jumlah hashtag #TebingKeraton yang semakin hari semakin banyak jumlah fotonya.

Saat memasuki pintu masuk Tebing Keraton kita akan melewati loket berupa meja dengan payung besar di atasnya dan terdapat X-Banner yang menuliskan daftar harga tiket. Untuk pengunjung lokal kita harus merogoh kocek sebesar Rp 11.000 per orang. Dan kalau ada yang ingin menjadikan tempat ini sebagai tempat Pre Wedding kita harus merogoh kocek lebih dalam lagi , yaitu sebesar Rp 200.000.
Pintu masuk Tebing Keraton

14 Hari 7 Destinasi Sejuta Cerita bersama Daihatsu Terios




Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
Tetap dipuja – puja bangsa
...
Sungguh Indah Tanah Air Beta
Tiada Bandingnya Di Dunia
Karya Indah Tuhan Maha Kuasa
Bagi Bangsa Yang Memujinya
...

Lagu  Indonesia Pusaka terngiang di telinga saya ketika melihat video dan membaca paragraf demi paragraf cerita perjalanan 7 Wonders Hidden Paradise yang dilaksanakan pada 1-14 Oktober 2013. Saya membayangkan bagaimana rasanya bisa mengunjungi  7 tempat menakjubkan di Indonesia dalam waktu 14 hari. Mulai dari Desa Sawarna sampai Pulau Komodo dengan jarak kurang lebih 3000 km membuat saya berimajinasi , bagaimana rasanya menginjakkan kaki di sisa – sisa erupsi Merapi? Bagaimana suasana kehangatan warga Tengger?  Apakah Taman Nasional Baluran benar-benar membuat kita seperti di Afrika ? Lalu bagaimana tradisi “penculikan” di Suku Sasak di Lombok?

Lebih baik saya ceritakan saja satu persatu tentang 7 Hidden Paradise Daihatsu ini. 

1.       Desa Sawarna yang berwarna


Destinasi petualangan 7 Wonders Hidden Paradise yang pertama adalah mengunjungi Desa Sawarna. Desa yang terletak di provinsi Banten ini merupakan desa ramah lingkungan yang mewajibkan pengunjungnya untuk berjalan kaki melewati sebuah jembatan ketika memasukinya. Desa ini merupakan pintu masuk bagi pengunjung yang ingin melihat bongkahan batu karang yang ada di pantai Tanjung Layar.


Ayo rek nang SCNM ( Suroboyo Carnival Night Market)




Suara musik dan nyanyian dengan suara khas Suroboyo menyambut kami ketika sampai di tempat parkir Suroboyo Carnival. Hampir saja kami terkena tipu seorang oknum tukang parkir liar yang mengatakan tempat parkir sudah penuh dan menyuruh kami pakir di tempat oknum tersebut. Tapi kenyatannya masih banyak tempat yang kosong untuk menempatkan kendaraan pribadi pengunjung.

Setelah memilih tempat untuk parkir kami menuju musholla dan pergi ke kantin untuk membeli air minum. Musholla di area ini cukup luas. Tetapi sayang sekali tidak ada sekat antara perempuan dan laki-laki. Untuk tempat wudhunya hanya diberi sekat di tengah. Saran saya untuk pihak pengelola SCNM sebaiknya diberi sekat atau pembatas karena saya sendiri bingung mana tempat untuk wudhu laki-laki dan wudhu untuk perempuan.

Musholla yang luas

Dari kejauhan terdengar lantunan lagu theme song dari SCNM dan membuat kami bergegas menuju antrian tiket masuk. Terdapat dua loket tiket yang kedua antriannya cukup panjang. Padahal kami datang bukan saat weekend tapi antriannya sudah cukup panjang , bagaiamana kalau weekend yaa , batin saya berbisik pelan.

Gemerlap Cahaya di Alun – Alun Kidul


Angin dingin berembus menyelimuti kota Jogja malam itu. Suasana di jalan yang kami lewati cukup sepi. Lampu redup berwarna kuning berjajar di sepanjang jalan menuju Alun – Alun Kidul. Sedikit ada rasa takut mengingat tindak kejahatan di jalanan akhir-akhir ini meningkat. Segera saya menepis jauh - jauh pikiran tersebut.  

Berbeda 180 derajat dengan jalanan yang kami lewati , Alun – Alun Kidul tampak ramai dengan pengunjungnya. Keramaian ini sebagian besar berasal dari pengunjung Alkid (singkatan alun – alun kidul ) yang akan atau sedang menaiki sepeda yang telah dihias dan dimodifikasi oleh pemiliknya yang menjadikan Alkid tampak begitu bercahaya.

Deretan sepeda di samping trotoar


Sensasi menaiki ‘KNIGHT BUS’ ke Jogja


Pernahkah anda menonton film Harry Potter and The Prisoner of Azkaban ? Pada film tersebut ada scene dimana Harry Potter menaiki sebuah bus bertingkat 3 yang dikenal dengan nama  ‘Knight Bus”. Bus tersebut terkenal dengan aksi ugal – ugalannya di jalan karena para muggle tidak dapat melihatnya jadi sopir bus dengan seenaknya sendiri menyetir bus untuk mengantar penumpang ke tempat tujuannya.

Kalau belum pernah menonton filmnya ini ada beberapa cuplikannya :

Knight Bus saat lewat diantara 2 bus

Saat melaju di jalanan


Saat saya ke jogja akhir Juni lalu saya sempat merasakan bagaimana menaiki ‘Knight Bus’ versi muggle (manusia non penyihir). Perjalanan dimulai saat kami , rombongan EST ( Eepis Supporter Team ), berangkat menuju Yogyakarta menaiki bus dari Terminal Bungurasih menuju Terminal Giwangan. Rombongan kecil kami berjumlah delapan orang.

Serpihan Sejarah di Kampung Arab Surabaya Utara



Siang itu cuaca cukup cerah. Tapi ketika saya mendongak ke atas terlihat awan hitam sedikit demi sedikit datang bersama segerombol kawannya. Saya sedang menuju ke salah satu kawasan terkenal di Surabaya , Kampung Arab, yang terletak di Surabaya bagian utara. Ada salah satu temat yang saya ingin sekal kunjungi setelah membaca artikel di http://ayorek.org/2013/08/merayap-di-kampung-arab/ 

Tidak lama kemudian saya sampai di kawasan itu , Akhirnya sampai juga ...

Setiba di kawasan kampung Arab Surabaya saya mengecek alamat lokasi tujuan kami. Kami bertanya ke beberapa orang yang langsung mengatakan “ Oh itu ke arah sana mbak “ ujar bapak tukang becak yang terlihat tidak begitu meyakinkan. Saya langsung menuju ke teman saya yang sudah menunggu di atas sepeda motor dan memberitahu ke arah yang ditunjuk bapak tersebut.

“ Ma , kok tempatnya gini ? Bener ini ma ? “ kata teman saya yang terlihat cemas kami tersesat.

“ Iya De bener , tadi katanya kesini , aduh kok serem gini ya jalannya lumpur semua , kayaknya gak ada tanda – tanda lokasi tempat kita juga ini.” Saya meracau ke teman saya.

Saya pun bertanya ke beberapa orang yang sedang duduk di samping jalan dan mereka pun menyuruh untuk berjalan lurus terus. Kami menurut saja dan mengarahkan motor ke arah yang ditunjuk ibu – ibu yang kami tanyai yaitu arah lurus terus.

Keadaan jalan yang penuh lumpur

Jalanan semakin berlumpur dan becek. Dengan hati – hati teman saya  memilih jalan yang tepat agar tidak terjadi selip yang bisa membuat kami berdua jatuh di kubangan lumpur. Tempat yang kami lewati ini seperti area pergudangan. 

Mungkin ini tempat penyimpanan sementara barang-barang dari Pelabuhan Perak , pikir saya.

Bangunan di kawasan Surabaya Utara
back to top